Pupuk NPK Organik Cap Rumpun Bambu

Pupuk NPK Organik Cap Rumpun Bambu
Produksi KSU Karya Bangsa Berdikari

Sampel Pupuk

Sampel Pupuk
Sampel pupuk kemasan 50 kg

Sampel Pupuk

Sampel Pupuk
Bentuk tabur, Warna hitam kecoklat coklatan

19 November 2009

PUPUK ORGANIK UNTUK PRODUKSI PERTANIAN

Meskipun kandungan haranya rendah, penggunaan pupuk organik semakin meningkat seiring dengan maraknya pertanian organik. Jerami dan pupuk kandang merupakan sumber pupuk organik yang biasa dimanfaatkan petani.

PUPUK organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos, baik yang berbentuk cair maupun padat. Pupuk organik bersifat bulky dengan kandungan hara makro dan mikro rendah sehingga perlu diberikan dalam jumlah banyak. Manfaat utama pupuk organik adalah dapat memperbaiki kesuburan kimia, fisik dan biologis tanah, selain sebagai sumber hara bagi tanaman.

Pupuk organik dapat dibuat dari berbagai jenis bahan, antara lain sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, sabut kelapa), serbuk gergaji, kotoran hewan, limbah media jamur, limbah pasar, limbah rumah tangga dan limbah pabrik, serta pupuk hijau. Karena bahan dasar pembuatan pupuk organik bervariasi, kualitas pupuk yang dihasilkan juga beragam sesuai dengan kualitas bahan asalnya. Pemakaian pupuk organik terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga perlu ada regulasi atau peraturan mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh pupuk organik agar memberikan manfaat maksimal bagi pertumbuhan tanaman dan tetap menjaga kelestarian lingkungan.

Pupuk organik dapat diaplikasikan dalam bentuk bahan segar atau kompos. Pemakaian pupuk organik segar memerlukan jumlah yang banyak, sulit dalam penempatannya, serta waktu dekomposisinya relatif lama. Namun dalam beberapa hal, cara ini justru sangat bermanfaat untuk konservasi tanah dan air yaitu sebagai mulsa penutup tanah. Pupuk organik yang telah dikomposkan relatif lebih kecil volumenya dan mempunyai kematangan tertentu sehingga sumber hara mudah tersedia bagi tanaman.

Pembuatan pupuk organik dengan cara dikomposkan banyak dilakukan oleh industri skala besar karena minimnya tenaga kerja di pedesaan. Hanya sedikit petani yang dapat memproduksi kompos untuk memenuhi kebutuhannya. Sebagian petani membeli kompos dari pabrik lokal atau impor. Pengomposan antara lain bertujuan untuk menghasilkan pupuk organik dengan porositas, kepadatan serta kandungan air tertentu, menyederhanakan komponen bahan dasar yang mudah didekomposisi, membunuh patogen seperti E. coli dan Salmonella, serta memineralisasi hara untuk pertumbuhan tanaman.

Akhir-akhir ini, dengan maraknya produk pertanian organik, perhatian petani terhadap pupuk organik semakin meningkat. Permintaan produk atau pangan organik terutama sayuran dan buah-buahan organik cenderung meningkat. Oleh karena itu pemanfaatan pupuk organik baik berupa kompos, pupuk kandang atau bentuk lainnya perlu didukung dan dipromosikan lebih intensif.

Meskipun kandungan haranya rendah, penggunaan pupuk organik semakin meningkat seiring dengan maraknya pertanian organik. Jerami dan pupuk kandang merupakan sumber pupuk organik yang biasa dimanfaatkan petani.

PUPUK organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos, baik yang berbentuk cair maupun padat. Pupuk organik bersifat bulky dengan kandungan hara makro dan mikro rendah sehingga perlu diberikan dalam jumlah banyak. Manfaat utama pupuk organik adalah dapat memperbaiki kesuburan kimia, fisik dan biologis tanah, selain sebagai sumber hara bagi tanaman.

Pupuk organik dapat dibuat dari berbagai jenis bahan, antara lain sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, sabut kelapa), serbuk gergaji, kotoran hewan, limbah media jamur, limbah pasar, limbah rumah tangga dan limbah pabrik, serta pupuk hijau. Karena bahan dasar pembuatan pupuk organik bervariasi, kualitas pupuk yang dihasilkan juga beragam sesuai dengan kualitas bahan asalnya. Pemakaian pupuk organik terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga perlu ada regulasi atau peraturan mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh pupuk organik agar memberikan manfaat maksimal bagi pertumbuhan tanaman dan tetap menjaga kelestarian lingkungan.

Pupuk organik dapat diaplikasikan dalam bentuk bahan segar atau kompos. Pemakaian pupuk organik segar memerlukan jumlah yang banyak, sulit dalam penempatannya, serta waktu dekomposisinya relatif lama. Namun dalam beberapa hal, cara ini justru sangat bermanfaat untuk konservasi tanah dan air yaitu sebagai mulsa penutup tanah. Pupuk organik yang telah dikomposkan relatif lebih kecil volumenya dan mempunyai kematangan tertentu sehingga sumber hara mudah tersedia bagi tanaman.

Pembuatan pupuk organik dengan cara dikomposkan banyak dilakukan oleh industri skala besar karena minimnya tenaga kerja di pedesaan. Hanya sedikit petani yang dapat memproduksi kompos untuk memenuhi kebutuhannya. Sebagian petani membeli kompos dari pabrik lokal atau impor. Pengomposan antara lain bertujuan untuk menghasilkan pupuk organik dengan porositas, kepadatan serta kandungan air tertentu, menyederhanakan komponen bahan dasar yang mudah didekomposisi, membunuh patogen seperti E. coli dan Salmonella, serta memineralisasi hara untuk pertumbuhan tanaman.

Akhir-akhir ini, dengan maraknya produk pertanian organik, perhatian petani terhadap pupuk organik semakin meningkat. Permintaan produk atau pangan organik terutama sayuran dan buah-buahan organik cenderung meningkat. Oleh karena itu pemanfaatan pupuk organik baik berupa kompos, pupuk kandang atau bentuk lainnya perlu didukung dan dipromosikan lebih intensif.



Peran Pupuk Organik

Pupuk organik atau bahan organik merupakan sumber nitrogen tanah yang utama, serta berperan cukup besar dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologis tanah serta lingkungan. Di dalam tanah, pupuk organik akan dirombak oleh organisme menjadi humus atau bahan organik tanah.

Bahan organik berfungsi sebagai “pengikat” butiran primer tanah menjadi butiran sekunder dalam pembentukan agregat yang mantap. Keadaan ini berpengaruh besar pada porositas, penyimpanan dan penyediaan air serta aerasi dan temperatur tanah. Bahan organik dengan C/N tinggi seperti jerami dan sekam memberikan pengaruh yang lebih besar pada perubahan sifat-sifat fisik tanah dibanding bahan organik yang telah terdekomposisi seperti kompos.

Meskipun mengandung unsur hara yang rendah, bahan organik penting dalam: (1) menyediakan hara makro dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, Ca, Mg, dan Si, (2) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, serta (3) dapat bereaksi dengan ion logam untuk membentuk senyawa kompleks, sehingga ion logam yang meracuni tanaman atau menghambat penyediaan hara seperti Al, Fe dan Mn dapat dikurangi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lahan pertanian di Indonesia, baik lahan kering maupun lahan sawah, mempunyai kandungan bahan organik tanah yang rendah (<2%). Oleh karena itu penggunaan bahan organik untuk memperbaiki produktivitas lahan perlu digalakkan. Potensi Produksi Pupuk Organik di Indonesia

Jerami Padi Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jerami 5 t/ha secara nyata dapat meningkatkan produksi padi dan mampu mensubstitusi pupuk KCl 50 kg/ha. Apabila jerami dikomposkan terlebih dahulu, takaran anjuran kompos jerami adalah 2 /ha. Penyusutan dari jerami segar menjadi kompos berkisar 40-50%.

Berdasarkan data luas panen padi sawah tahun 2002 sekitar 10,4 juta hektar dengan produksi jerami 5 t/ha, maka jerami segar yang tersedia sebesar 52,36 juta ton. Namun demikian, tidak semua jerami dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik, karena jerami digunakan pula sebagai pakan ternak, media jamur, bahan baku kertas dan sebagainya. Apabila jerami dikomposkan, sebagai konsekuensinya akan memerlukan waktu lebih lama, membutuhkan tempat pengomposan, dan menambah biaya produksi.

Apabila diasumsikan semua produksi jerami segar dapat dipakai untuk pupuk organik maka lahan yang dapat dipupuk jerami segar dengan takaran 5 t/ha mencapai 10,4 juta hektar, atau 15,7 juta hektar apabila jerami dikomposkan. Pengangkutan sekitar 50% jerami ke luar lahan akan menurunkan luas lahan sawah yang dipupuk hingga setengahnya.

Kotoran Ternak

Dari berbagai jenis kotoran ternak, umumnya petani lebih menyukai kotoran ayam, karena kandungan nitrogennya lebih tinggi dibandingkan kotoran ternak lain. Kotoran sapi biasanya digunakan dengan dicampur bahan lain dan dikomposkan. Ternak sapi dewasa, kuda, dan kerbau dapat memproduksi kotoran rata-rata 3 kg/hari, kambing dan domba 0,5 kg/hari, dan ayam 200 g/hari. Apabila kotoran tersebut dikomposkan maka akan terjadi penyusutan sekitar 50%. Berdasarkan data populasi ternak pada tahun 2002 maka dalam kurun waktu satu tahun dapat diproduksi kotoran ternak basah 57,88 juta ton. Apabila kotoran tersebut dikomposkan dapat diproduksi sekitar 29 juta ton kompos per tahun.

Apabila kompos tersebut dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik untuk tanaman pangan, maka untuk setiap musim tanam tersedia sekitar 14,5 juta ton kompos pupuk kandang. Dengan asumsi takaran pupuk organik sekitar 2 t/ha, makan luas lahan yang dapat dipupuk mencapai 7,25 juta hektar.

Kebutuhan Pupuk Organik

Dengan berpedoman pada luas total lahan pertanian 24,2 juta hektar, yang terdiri atas lahan sawah 7,8 juta hektar dan lahan kering untuk pengembangan tanaman pangan 16,4 juta hektar, maka pupuk organik yang dibutuhkan sekitar 48,4 juta ton dengan takaran anjuran 2 t/ha. Potensi ketersediaan pupuk organik yang berasal dari jerami dan pupuk kandang masing-masing adalah 15,708 dan 28,932 juta ton atau total 44,640 juta ton. Nilai ini mendekati jumlah kebutuhan pupuk organik untuk tanaman pangan.

Dalam kenyataannya, pupuk organik digunakan untuk berbagai komoditas terutama sayuran. Pupuk organik yang umum digunakan petani sayuran adalah kotoran ternak terutama ayam dengan takaran 20-40 t/ha.

Pupuk organik atau bahan organik merupakan sumber nitrogen tanah yang utama, serta berperan cukup besar dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologis tanah serta lingkungan. Di dalam tanah, pupuk organik akan dirombak oleh organisme menjadi humus atau bahan organik tanah.


Bahan organik berfungsi sebagai “pengikat” butiran primer tanah menjadi butiran sekunder dalam pembentukan agregat yang mantap. Keadaan ini berpengaruh besar pada porositas, penyimpanan dan penyediaan air serta aerasi dan temperatur tanah. Bahan organik dengan C/N tinggi seperti jerami dan sekam memberikan pengaruh yang lebih besar pada perubahan sifat-sifat fisik tanah dibanding bahan organik yang telah terdekomposisi seperti kompos.

Meskipun mengandung unsur hara yang rendah, bahan organik penting dalam: (1) menyediakan hara makro dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, Ca, Mg, dan Si, (2) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, serta (3) dapat bereaksi dengan ion logam untuk membentuk senyawa kompleks, sehingga ion logam yang meracuni tanaman atau menghambat penyediaan hara seperti Al, Fe dan Mn dapat dikurangi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lahan pertanian di Indonesia, baik lahan kering maupun lahan sawah, mempunyai kandungan bahan organik tanah yang rendah (<2%). Oleh karena itu penggunaan bahan organik untuk memperbaiki produktivitas lahan perlu digalakkan. Potensi Produksi Pupuk Organik di Indonesia

Jerami Padi Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jerami 5 t/ha secara nyata dapat meningkatkan produksi padi dan mampu mensubstitusi pupuk KCl 50 kg/ha. Apabila jerami dikomposkan terlebih dahulu, takaran anjuran kompos jerami adalah 2 /ha. Penyusutan dari jerami segar menjadi kompos berkisar 40-50%.

Berdasarkan data luas panen padi sawah tahun 2002 sekitar 10,4 juta hektar dengan produksi jerami 5 t/ha, maka jerami segar yang tersedia sebesar 52,36 juta ton. Namun demikian, tidak semua jerami dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik, karena jerami digunakan pula sebagai pakan ternak, media jamur, bahan baku kertas dan sebagainya. Apabila jerami dikomposkan, sebagai konsekuensinya akan memerlukan waktu lebih lama, membutuhkan tempat pengomposan, dan menambah biaya produksi.

Apabila diasumsikan semua produksi jerami segar dapat dipakai untuk pupuk organik maka lahan yang dapat dipupuk jerami segar dengan takaran 5 t/ha mencapai 10,4 juta hektar, atau 15,7 juta hektar apabila jerami dikomposkan. Pengangkutan sekitar 50% jerami ke luar lahan akan menurunkan luas lahan sawah yang dipupuk hingga setengahnya.

Kotoran Ternak

Dari berbagai jenis kotoran ternak, umumnya petani lebih menyukai kotoran ayam, karena kandungan nitrogennya lebih tinggi dibandingkan kotoran ternak lain. Kotoran sapi biasanya digunakan dengan dicampur bahan lain dan dikomposkan. Ternak sapi dewasa, kuda, dan kerbau dapat memproduksi kotoran rata-rata 3 kg/hari, kambing dan domba 0,5 kg/hari, dan ayam 200 g/hari. Apabila kotoran tersebut dikomposkan maka akan terjadi penyusutan sekitar 50%. Berdasarkan data populasi ternak pada tahun 2002 maka dalam kurun waktu satu tahun dapat diproduksi kotoran ternak basah 57,88 juta ton. Apabila kotoran tersebut dikomposkan dapat diproduksi sekitar 29 juta ton kompos per tahun.

Apabila kompos tersebut dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik untuk tanaman pangan, maka untuk setiap musim tanam tersedia sekitar 14,5 juta ton kompos pupuk kandang. Dengan asumsi takaran pupuk organik sekitar 2 t/ha, makan luas lahan yang dapat dipupuk mencapai 7,25 juta hektar.

Kebutuhan Pupuk Organik

Dengan berpedoman pada luas total lahan pertanian 24,2 juta hektar, yang terdiri atas lahan sawah 7,8 juta hektar dan lahan kering untuk pengembangan tanaman pangan 16,4 juta hektar, maka pupuk organik yang dibutuhkan sekitar 48,4 juta ton dengan takaran anjuran 2 t/ha. Potensi ketersediaan pupuk organik yang berasal dari jerami dan pupuk kandang masing-masing adalah 15,708 dan 28,932 juta ton atau total 44,640 juta ton. Nilai ini mendekati jumlah kebutuhan pupuk organik untuk tanaman pangan.

Dalam kenyataannya, pupuk organik digunakan untuk berbagai komoditas terutama sayuran. Pupuk organik yang umum digunakan petani sayuran adalah kotoran ternak terutama ayam dengan takaran 20-40 t/ha.

No comments: